Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai kebebasan pers pasca
reformasi sudah lebih maju. Namun sayangnya, kebebasan tersebut, kata
Mahfud, tidak diiringi dengan perlindungan terhadap perkerja pers.
Pers menurutnya, masih terancam oleh negara yang notabene dijalani pemerintah, lalu pemilik modal dan kelompok anarkis yang kerap menebar teror.
"Saat ini kebebasan pers memang jauh lebih baik, tapi tetap saja masih ada tiga ancaman terhadap pers," kata Mahfud saat menjadi pembicara diskusi kongres Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) di Hotel Millenium, Jakarta, Minggu (2/12/2012)
Lebih lanjut, menurut Koordinator Presidium KAHMI dalam Munas Riau itu, meski pemerintah tak melakukan kekerasan langsung terhadap insan pers, tapi masih terkesan membiarkan adanya kekerasan terhadap pers, yang dilakukan masyarakat anarkis.
Sementara ancaman lain yakni perusahaan tempat bekerjanya insan pers tersebut. Karena kerap pemilik modal mendistorsikan sejumlah informasi yang seharusnya dapat tayang di suatu media.
"Misalnya, si wartawan memiliki temuan bagus tapi tidak boleh tayang. Tergantung peristiwa itu angle apa dan dilihat perusahaan ini milik siapa," kata Mahfud.
Sedangkan ancaman ketiga, imbuhnya, berasal dari kelompok masyarakat yang melakukan tindakan anarkis seperti terorisme, pembunuhan, penembakan, hingga surat ancaman. Karena itu ia berharap ke depan, konstitusi dapat menjamin serta melindungi pers dengan le ih baik lagi.
"Karena UU pokok pers (saat ini) tidak memuat pasal perlindungan, hanya keterbukaan," imbuhnya. (tribunnews.com)
Pers menurutnya, masih terancam oleh negara yang notabene dijalani pemerintah, lalu pemilik modal dan kelompok anarkis yang kerap menebar teror.
"Saat ini kebebasan pers memang jauh lebih baik, tapi tetap saja masih ada tiga ancaman terhadap pers," kata Mahfud saat menjadi pembicara diskusi kongres Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) di Hotel Millenium, Jakarta, Minggu (2/12/2012)
Lebih lanjut, menurut Koordinator Presidium KAHMI dalam Munas Riau itu, meski pemerintah tak melakukan kekerasan langsung terhadap insan pers, tapi masih terkesan membiarkan adanya kekerasan terhadap pers, yang dilakukan masyarakat anarkis.
Sementara ancaman lain yakni perusahaan tempat bekerjanya insan pers tersebut. Karena kerap pemilik modal mendistorsikan sejumlah informasi yang seharusnya dapat tayang di suatu media.
"Misalnya, si wartawan memiliki temuan bagus tapi tidak boleh tayang. Tergantung peristiwa itu angle apa dan dilihat perusahaan ini milik siapa," kata Mahfud.
Sedangkan ancaman ketiga, imbuhnya, berasal dari kelompok masyarakat yang melakukan tindakan anarkis seperti terorisme, pembunuhan, penembakan, hingga surat ancaman. Karena itu ia berharap ke depan, konstitusi dapat menjamin serta melindungi pers dengan le ih baik lagi.
"Karena UU pokok pers (saat ini) tidak memuat pasal perlindungan, hanya keterbukaan," imbuhnya. (tribunnews.com)
Posting Komentar